INILAHPOS.com - Wajah kelam HIV/AIDS kembali menjadi perhatian serius di Kabupaten Sinjai. Fakta mencengangkan terungkap dalam kegiatan Sosialisasi dan Deteksi Dini HIV/AIDS yang digelar oleh Dinas Kesehatan Sinjai, pada Selasa (17/6/2025) di Ruang Pola Kantor Bupati Sinjai.
Data terbaru menunjukkan bahwa sebagian besar penderita HIV di Sinjai adalah mereka yang masih berada pada usia produktif.
Disampaikan langsung oleh Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Sinjai, Andi Mahyanto Mazda (AMM), pada tahun 2024 tercatat sebanyak 37 penderita HIV, dan 94,59 persen di antaranya adalah kelompok usia produktif, sebuah angka yang mengkhawatirkan, terutama jika melihat pergeseran tren kelompok berisiko.
"Berdasarkan kelompok populasi beresiko, 20 orang (54,05%) berasal dari kelompok beresiko Lelaki Seks Lelaki (LSL), 9 orang (24,3%) penderita TBC, 2 orang (5,4%) ibu hamil, 2 orang dewasa(5,4%) populasi umum, 1 orang (2,78%) dari pasangan ODHIV, 1 orang (2,73%) dari anak ODHIV," jelas Mahyanto yang juga merupakan Wakil Bupati Sinjai.
Masuk tahun 2025, kondisi belum menunjukkan perbaikan signifikan. Hingga pertengahan Juni 2025, KPA Sinjai telah mencatat sebanyak 11 kasus baru HIV/AIDS. Menurut Mahyanto, ini bukan sekadar persoalan kesehatan semata.
“Permasalahan HIV/AIDS sudah meluas menjadi isu sosial, ekonomi, bahkan moral. Ini adalah tantangan kita bersama, bukan hanya tugas sektor kesehatan,” tegasnya.
Meski berbagai upaya telah dilakukan, tantangan dalam penanggulangan HIV/AIDS masih cukup besar, mulai dari sisi pencegahan, pengobatan, hingga pemberdayaan masyarakat.
Karenanya, Mahyanto menekankan pentingnya keterlibatan seluruh elemen pemerintah daerah, terutama para ASN, untuk mengambil bagian aktif dalam memerangi HIV/AIDS. Ia berharap kegiatan seperti sosialisasi dan deteksi dini ini menjadi titik tolak memperkuat sinergi dan kepedulian kolektif.
“Kami di KPA punya tugas memimpin dan mengelola upaya penanggulangan HIV/AIDS di daerah. Tapi tanpa dukungan semua pihak, mustahil kami bekerja maksimal,” ujarnya.
Ia juga mengajak ASN bukan hanya menjadi peserta, tetapi juga menjadi corong informasi dan edukasi di lingkungan kerja dan masyarakat. Edukasi yang benar dan inklusif, menurutnya, adalah kunci untuk menghentikan penyebaran virus sekaligus menghapus stigma yang selama ini menyelimuti penderita HIV/AIDS.