![]() |
Julia Putri Noor |
INILAHPOS.com - Kasus dugaan penamparan siswa oleh Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, yang memicu aksi mogok belajar ratusan pelajar, kini mendapat perhatian dari berbagai pihak.
Ketua Umum Jendela Pendidikan Nusantara (JPN), Julia Putri Noor, ikut angkat bicara dan menilai kasus ini perlu disikapi secara bijak dengan tetap mengedepankan nilai pendidikan dan pembentukan karakter.
Peristiwa tersebut melibatkan Kepala Sekolah Dini Fitria dan seorang siswa kelas XII berinisial ILP (17) yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah. Akibat kejadian itu, Dini telah dinonaktifkan sementara dari jabatannya, sementara sebanyak 630 siswa melakukan aksi mogok belajar sebagai bentuk protes.
Menurut Julia, kasus ini harus dilihat secara utuh. Ia menilai, pembentukan karakter peserta didik tidak hanya tanggung jawab sekolah, tetapi juga peran penting orang tua dalam memahami konteks disiplin di lingkungan pendidikan.
“Dalam pembentukan karakter, anak harus bisa mematuhi aturan sekolah dan bersikap tertib. Orang tua juga perlu membaca situasi, jangan langsung menyalahkan guru tanpa memahami duduk perkaranya,” ujarnya dalam keterangannya kepada inilahpos.com, Rabu, (15/10/2025).
Julia menegaskan bahwa merokok di area sekolah jelas melanggar aturan. Berdasarkan Permendikbud Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah, seluruh area sekolah merupakan zona bebas rokok, termasuk larangan menjual, memproduksi, atau mempromosikan rokok di lingkungan pendidikan.
“Jika seorang guru atau kepala sekolah menegur siswa karena melanggar aturan, itu bagian dari tugas mendidik. Jangan sampai setiap tindakan tegas guru justru dianggap kekerasan,” tambahnya.
Lebih jauh, Julia menyayangkan tindakan sebagian orang tua yang langsung melaporkan pihak sekolah tanpa proses mediasi. Ia juga menyoroti aksi mogok belajar para siswa yang dinilainya perlu mendapat edukasi agar memahami makna kedisiplinan dan tanggung jawab.
“Murid yang berdemo perlu diberi pemahaman. Kalau ada teman yang melakukan pelanggaran berat, wajar jika mendapat teguran atau hukuman. Jangan sampai mereka menerima informasi yang tidak berimbang,” tegas Ketua Umum Alpeksi ini.
Julia pun berharap Kementerian Pendidikan dan Dinas Pendidikan lebih memperhatikan perlindungan hukum bagi tenaga pendidik agar tidak selalu berada di posisi disalahkan dalam kasus serupa.
“Pemerintah sebaiknya menghadirkan pendamping hukum di setiap sekolah agar ada mediasi sebelum persoalan dibawa ke ranah hukum atau diviralkan sepihak,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi refleksi penting bagi dunia pendidikan: menegakkan disiplin tanpa kekerasan, sekaligus memastikan guru tetap mendapat perlindungan dalam menjalankan tugas membentuk karakter generasi bangsa.