Wilda Ananta, Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, IAIN Bone
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan." (Pembukaan UUD 1945, Alinea Pertama)
Dunia Melihat, Tapi Tak Semua Bersuara
Gaza kembali menjadi ladang pembantaian. Suara ledakan menggantikan suara adzan, puing-puing menggantikan taman bermain, dan tangis anak-anak menggantikan tawa masa kecil. Lebih dari 37.000 warga Palestina meninggal dunia sejak serangan terbaru dimulai pada Oktober 2023, menurut UN OCHA. Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak. Namun dunia tetap saja membisu.
Negara-negara besar berkhotbah soal perdamaian, tapi enggan menegakkan keadilan. Lembaga internasional kehilangan taring. Bahkan, sebagian memilih netral, seolah penjajahan dan pembantaian bisa dinegosiasikan. Padahal, konstitusi Indonesia sendiri telah dengan tegas menolak penjajahan dalam bentuk apapun.
Konstitusi dan Amanat Kemanusiaan
Sebagai bangsa Indonesia, punya dasar hukum yang jelas. Pembukaan UUD 1945 menegaskan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Apa yang terjadi di Palestina hari ini-pendudukan ilegal, blokade, pembunuhan massal, pengusiran paksa, dan perampasan tanah, jelas-jelas adalah bentuk penjajahan. Maka, diam terhadap situasi ini bukan hanya pelanggaran nurani, tapi juga bentuk pengingkaran terhadap nilai luhur bangsa yang termaktub dalam konstitusi.
Narasi Bias dan Kepentingan Politik
Dunia internasional gagal bersikap tegas. Banyak negara besar memilih diam karena hubungan diplomatik, politik, dan ekonomi dengan Israel. Bahkan ketika bukti kekejaman terang-benderang, sebagian media dan pemerintah tetap memainkan narasi “dua pihak yang bertikai”, padahal yang terjadi adalah satu pihak menjajah dan satu pihak dijajah.
Bahkan lembaga seperti PBB pun kerap dihambat karena veto negara-negara adidaya. Ironi global terjadi: hukum internasional tampak tumpul ketika berhadapan dengan negara yang memiliki kekuatan senjata dan dukungan politik.
Solidaritas Indonesia
Sebagai bangsa yang pernah merasakan pahitnya penjajahan selama lebih dari tiga abad, Indonesia seharusnya memiliki sensitivitas historis yang tinggi terhadap penderitaan rakyat Palestina. Solidaritas kita tidak cukup hanya diwujudkan dalam bentuk pernyataan resmi atau diplomasi yang bersifat simbolik.
Dukungan sejati terhadap Palestina harus hadir dalam tindakan nyata dan berkelanjutan yang mencerminkan komitmen konstitusional kita terhadap nilai-nilai kemerdekaan dan keadilan. Indonesia perlu menunjukkan tekanan diplomatik yang lebih kuat di forum-forum internasional seperti PBB, OKI, dan ASEAN, dengan secara tegas menyuarakan penghentian agresi Israel dan menuntut perlindungan bagi warga sipil Palestina.
Lebih dari itu, Indonesia juga harus konsisten mendorong dilakukannya investigasi internasional atas dugaan kejahatan perang dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Israel, sebagaimana yang telah disuarakan oleh lembaga-lembaga seperti Amnesty International dan Human Rights Watch.
Di tingkat masyarakat, solidaritas harus diterjemahkan dalam bentuk nyata seperti gerakan boikot terhadap produk atau perusahaan yang terafiliasi dengan pendudukan Israel, kampanye edukatif untuk meningkatkan kesadaran publik tentang sejarah dan realita Palestina, serta aksi kemanusiaan melalui lembaga-lembaga filantropi yang terpercaya. Gerakan ini penting untuk menunjukkan bahwa rakyat Indonesia tidak hanya peduli secara emosional, tetapi juga aktif memperjuangkan keadilan secara moral dan sosial.
Jika kita benar-benar menghayati amanat Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa "penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan", maka memilih diam adalah bentuk pengkhianatan terhadap jati diri bangsa. Palestina adalah ujian bagi integritas solidaritas kita. Sudah saatnya Indonesia bersuara lebih lantang dan bertindak lebih nyata.
Tragedi kemanusiaan yang terus berlangsung di Palestina bukan hanya luka bagi rakyat Gaza, tetapi juga ujian bagi nurani dunia. Ketika penindasan dibiarkan dan penjajahan terus berlangsung tanpa hukuman, maka yang hancur bukan hanya bangunan, tapi juga nilai-nilai kemanusiaan global itu sendiri.
Sebagai bangsa yang merdeka dari penjajahan, Indonesia memikul tanggung jawab moral dan konstitusional untuk bersikap. Diam terhadap penderitaan Palestina sama artinya dengan mengingkari amanat Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, solidaritas kita harus ditunjukkan dalam diplomasi yang kuat, advokasi keadilan, serta aksi nyata dari masyarakat sipil.
Harapannya, dunia tidak lagi berdiri di atas kepentingan politik semata, tetapi mampu menempatkan keadilan sebagai fondasi perdamaian sejati. Palestina tidak butuh simpati kosong, mereka butuh keadilan, dukungan nyata, dan keberpihakan terhadap kebenaran.
Kini saatnya kita memilih: tetap nyaman dalam kebisuan, atau berdiri di sisi yang benar dalam sejarah umat manusia.
Artikel ini sepenuhnya tanggung jawab penulis