INILAHPOS.com - Ketua Umum Asosiasi Lembaga Peningkatan Kapasitas SDM Indonesia (ALPEKSI), Julia Putri Noor, menyampaikan refleksi mendalam dalam momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati setiap tanggal 2 Mei.
Ia mengajak seluruh elemen bangsa untuk meneladani perjuangan para tokoh pendidikan Indonesia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, serta menekankan pentingnya pendidikan karakter di era arus teknologi yang semakin masif.
“Ki Hajar Dewantara dan RA Kartini adalah sepasang tokoh besar pendidikan yang memperjuangkan kemerdekaan berpikir dan belajar di tengah keterbatasan masa kolonial. RA Kartini mendirikan sekolah perempuan, Ki Hajar mendirikan Taman Siswa. Mereka meletakkan dasar pendidikan yang memanusiakan manusia,” ujar Julia.
Tak hanya menyebut dua tokoh tersebut, Julia yang juga Founder Jendela Pendidikan Nusantara (JPN) juga menyinggung Chairil Anwar dan Dewi Sartika sebagai pahlawan yang turut membangun kesadaran bangsa melalui karya dan perjuangan.
“Chairil Anwar dengan puisinya membangkitkan nalar dan kesadaran bangsa, sementara Dewi Sartika telah mendirikan sekolah perempuan pertama di Hindia Belanda pada 1904. Kita harus menghargai warisan mereka,” tegasnya.
Julia menyoroti pentingnya pendidikan yang tidak semata-mata mengejar nilai akademis, tetapi juga membentuk kecerdasan emosional, mental, dan spiritual. Ia mengingatkan bahwa di tengah derasnya arus informasi digital, bangsa Indonesia harus mampu memilah dan memfilter dampak teknologi agar tidak kehilangan jati diri budaya dan moral.
“Bangsa kita memiliki standar nilai yang khas, yang bersumber dari agama, budaya, dan adab Indonesia. Jangan sampai kecerdasan yang kita bangun justru melampaui batas moral dan merusak karakter. Teknologi tidak mengajarkan akhlak. Kita perlu hadirkan guru-guru karakter untuk menjaga jiwa generasi muda,” ucap Julia.
Dalam konteks kebijakan nasional, Julia memberikan apresiasi terhadap komitmen Presiden terpilih Prabowo Subianto, yang dalam Sidang Kabinet Paripurna menegaskan program Sekolah Rakyat sebagai bagian dari upaya pemerataan pendidikan. Program ini dirancang sebagai pendidikan gratis berasrama untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu.
Menurut Julia, kebijakan ini merupakan angin segar dan tonggak harapan baru dalam menjawab cita-cita para tokoh pendidikan terdahulu. Namun, ia menekankan bahwa pendidikan akademis saja tidak cukup.
“Kurikulum nasional ke depan harus memasukkan pelajaran soft skills dan pembangunan karakter secara khusus. Ini penting agar generasi bangsa tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga beradab, beretika, dan memiliki moral serta spiritualitas yang kuat,” tegasnya.
Sebagai praktisi dan pemerhati pendidikan karakter, Julia menegaskan bahwa membangun masa depan bangsa tidak cukup hanya dengan kecerdasan intelektual. Diperlukan sinergi seluruh komponen bangsa untuk menjadikan pendidikan karakter, akhlak, dan moral bangsa sebagai prioritas utama di era modern ini.